Jumat, 09 Desember 2011

Laporan Praktikum Budidaya Jamur Tiram

BUDIDAYA JAMUR TIRAM

                   I.            TUJUAN:
·         Mengenal spesies jamur yang bermanfaat dalam kehidupan sehari hari
·         Mempelajari cara-cara membudidayakan jamur yang bermanfaat

                II.            DASAR TEORI
Budidaya jamur merupakan salah satu usaha peningkatan ekonomi dan pangan yang sangat marak berkembang di masyarakat belakangan ini, bisnis dari budidaya jamur memang menjanjikan hasil yang lumayan saat ini, maka dari itu banyak masyarakat yang turut serta dalam usaha budidaya jamur ini. Selain mudah dalam proses pengerjaannya, budidaya jamur tidak membutuhkan modal yang terlalu besar sehingga sangat tepat diterapkan pada masyarakat yang taraf ekonominya sedang ataupun rendah.
Jamur memiliki manfaat yang beragam dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai bahan pangan maupun sebagai bahan pembuatan obat yang dapat berbagai macam penyakit kronis. Sebagai bahan pangan, jamur tiram dapat dikonsumsi sebagai campuran sayur sop, jamur krispi maupun keripik jamur. Banyak restoran berkelas yang mengandalkan hidangan utamanya adalah berbahan dasar dari jamur, dan bisa dikonsumsi juga sebagai bahan pengobatan.
Jamur memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, protein nabati yang tidak mengandung kolesterol dapat digunakan sebagai obat pencegah timbulnya penyakit darah tinggi dan serangan jantung, serta dapat mencegah penyakit diabetes dan mengurangi berat badan atau obesitas. Kandungan asam folat yang tinggi dapat menyembuhkan penyakit anemia dan obat anti tumor, juga dapat digunakan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan pengobatan kekurangan zat besi.
Dengan banyaknya manfaat tersebut, maka tidak salah jika pada jurusan Tadris Biologi IAIN Walisongo Semarang mencoba mempraktekkan sebagai bentuk realisasi mata kuliah bioteknologi. Dengan adanya praktek lapangan seperti ini, diharapkan mahasiswa dapat berlatih untuk membudidayakan jamur yang bermanfaat dalam kehidupan manusia yang nyata dan nantinya dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Salah satu praktikum dari budidaya jamur adalah budidaya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang juga memiliki banyak manfaat.tahap yang diperlukan untuk budidaya jamur yaitu tahap pencampuran bahan, tahap pembuatan log, tahap sterilisasi log, tahap inokulasi bibit jamur ke dalam log, tahap inkubasi log, dan pengamatan pertumbuhan miselium serta tahap penanaman log.

             III.            ALAT DAN BAHAN
a.      Alat:
1)      Alat yang digunakan untuk sterilisasi diantaranya adalah drum steam, kompor minyak, thermometer.
2)      Alat yang digunakan untuk fermentasi adalah sekop, plastik terpal, corong, ember, timbangan, dan pengayak.
3)      Alat yang digunakan dalam pembuatan log adalah plastik log (polipropilen), cincin jamur, karet gelang, plastik penutup, kapas, ember, dan kertas.
4)      Alat yang digunakan dalam inokulasi adalah tongkat inokulasi, ember/ baskom.
5)      Alat yang digunakan dalam perawatan jamur adalah penyemprot air uap.
b.      Bahan:
Bahan utama dalam praktikum ini adalah bibit Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dan serbuk gergaji. Bibit Jamur Tiram Putih diperoleh dari hasil pembibitan budidaya jamur di daerah dukuh Sembung, Bekonang.
a.       Bahan utama yang digunakan adalah Bibit Jamur Tiram Putih
b.      Bahan yang digunakan untuk media antara lain serbuk gergaji kayu sengon, bekatul, kalsit, pupuk kandang sapi, dan air.
c.       Bahan yang digunakan untuk sterilisasi adalah alkohol dan air.




             IV.            CARA KERJA
a.       Tahap Pencampuran Jamur
1)      Meletakkan bahan pada tempat yang datar dan kering
2)      Mencampur komposisi bahan dengan perbandingan:
*      Serbuk gergaji: 100 kg
*      Bekatul: 10 kg
*      Batu kapur: 4 kg
*      Air: 7 ember (70 liter)
3)      Meratakan komposisi bahan tersebut hingga homogen dan tidak menggumpal
4)      Mengecek kelembaban adukan bahan, apabila sudah lembab dihentikan
b.      Tahap Pembuatan Log
*      Menyiapkan alat dan bahan
*      Memasukkan komposisi bahan adukan  ke dalam plastik log sampai penuh dan rata (usahakan jangan ada rongga/ruang kosong)
*      Menambahkan pupuk kandang sapi sesuai perlakuan
*      Memasukkan cincin jamur pada ujung plastik
*      Mengikat ujung plastik pada cincin jamur dengan karet gelang
*      Menyumbat cincin jamur dengan kapas secukupnya
*      Menutup cincin jamur yang sudah disumbat dengan kapas menggunakan kertas dan mengikatnya dengan karet gelang
c.       Tahap Sterilisasi Log
*      Memasukkan log pada drum steam
*      Mensterilisasi log pada suhu 1140C konstan selama 4-5 jam diatas kompor.
*      Mendinginkan log pada tempat yang steril
d.      Tahapan Inokulasi Bibit Jamur Ke dalam Log dan Pengamatan Miselium
*      Mensterilkan telapak tangan dengan menggunakan alkohol 70%
*      Membuka plastik/kertas yang menutup cincin jamur pada log
*      Membuka sumbatan kapas pada cincin jamur
*      Mengeluarkan 3 sendok makan media dalam log dengan tingkat inokulasi dan selanjutnya menamping sisa media tersebut dalam ember
*      Menginokulasikan bibit jamur tiram putih kurang lebih 3 sendok makan ke dalam log menggunakan tongkat inokulasi
*      Menutup kembali cincin log dengan kapas
*      Menginkubasikan log ke dalam ruang pembibitan
*      Mengamati pertumbuhan miselium jamur dalam log

                V.            HASIL PENGAMATAN


 








































Cara pembuatannya:






2.  Pencampuran Bahan

 

1.      Persiapan tempat dan pemilihan bahan untuk media tanam

 

 







 


4.  Fermentasi
 










3.  Pembuatan Log/loging
 



6.  Inokulasi
 


5.  Sterilisasi
 

 



 






 



8.  Permanen dan Penanganan     Pasca Panen

 
 










7.  Inkubasi/Penumbuhan Miselium

 
 




             VI.            PEMBAHASAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan tersebut dapat di jelaskan bahwa jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang cukup populer di tengah masyarakat Indonesia, selain jenis jamur lainnya seperti jamur merang, jamur kuping dan jamur shitake. Pada umumnya jamur tiram dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayuran untuk kebutuhan sehari-hari. Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Jamur tiram mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lain.
Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung.
Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Dalam budidaya jamur tiram dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam. Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber bibit. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30°C.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media tanam serbuk gergaji steril yang dikemas dalam kantung plastik. Hal penting yang harus dipenuhi adalah menciptakan dan menjaga kondisi lingkungan pemeliharaan (cultivation) yang memenuhi syarat pertumbuhan jamur tiram. Hal lain yang penting adalah menjaga lingkungan pertumbuhan jamur tiram terbebas dari mikroba atau tumbuhan pengganggu lainnya. Tidak jarang pembudidaya jamur tiram mendapati baglog (kantong untuk media jamur tiram) ditumbuhi tumbuhan lain selain jamur tiram, hal ini disebabkan proses sterilisasi yang kurang baik dan lingkungan yang tidak kondusif.
Dalam proses pembudidayaan, syarat tumbuh jamur tiram yang baik antara lain:
a.       Air
Kandungan air dalam substrat berkisar antara 60-65%. Apabila kondisi kering maka pertumbuhan  jamur akan terganggu atau terhenti, begitu pula sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi maka miselium akan membusuk dan mati.
b.      Suhu
Suhu inkubasi atau saat jamur tiram membentuk miselium dipertahankan antara 60-70%. Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16-22º C.
c.       Kelembaban
Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium 60-70%. Kelembaban udara Pada pertumbuhan badan buah 80-90%.
d.      Cahaya
Pertumbuhan jamur tiram sangat peka terhadap cahaya secara langsung. Cahaya tidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux) bermanfaat dalam perangsangan awal terbentuknya tubuh buah. Intentisitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur sekitar 200 lux (10%). Sedangkan pada pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya.
e.       Aerasi
Dua komponen penting dalam udara yang berpengaruh pada pertumbuhan jamur yaitu Oksigen (O2) dan Karbon Dioksida (CO2). Oksigen merupakan unsure penting dalam respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksidasi menjadi karbondioksida. Konsentrasi Karbon Dioksida (CO2) yang terlalu banyak dalam kumbung menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Didalam kumbung jamur konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02%.
f.       Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur yang lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. pH optimum pada media tanam berkisar 6-7.
Praktikum ini dilakukan dengan cara membuat 2 buah baglog untuk menumbuhakn jamur tiram (Pleurotus ostreatus) dan dari 2 baglog yang dibuat, hanya 1 yang tumbuh miselium dan itupun hanya tumbuh sedikit pada bagian bawah cincin log sampai minggu ke-5. Sedangkan yang lain, tidak tumbuh miselium dan baglog berwarna hitam sehingga ada indikasi kontaminasi. Kegagalan pada praktikum yang telah kami lakukan disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain:
a.       Faktor dari serbuk kayu yang digunakan
b.      Faktor pH
c.       Faktor air
d.      Faktor campuran yang kurang baik
e.       Faktor sterilisasi
f.       Faktor kesalahan dalam inokulasi
g.      Faktor bibit jamur yang kurang baik
h.      Komposisi bibit
i.        Faktor kebersihan ruang inkubasi
Tetapi dalam praktikum yang telah kita lakukan tidak mengalami kegagalan semua tetapi ada sebagian jamur yang bisa tumbuh  dengan baik. 

          VII.            KESIMPULAN
    1. Jamur tiram merupakan jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya.
    2. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung.
    3. Tahap pembuatan baglog dapat dilakukan dengan cara tahap pencampuran bahan, tahap pembuatan log, tahap sterilisasi log dan tahap inokulasi.

Senin, 22 Agustus 2011

HUBUNGAN GENETIKA DAN LINGKUNGAN DENGAN EVOLUSI



Hubungan Genetika dan Lingkungan dengan Evolusi

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah :Evolusi
Dosen Pengampu: Nur Khasanah, S.Pd. , M. Kes.

LOGO IAIN



 








Nurul Mustafidah                 083811021
Retno Setyowati                    083811022
Reza Binawan                       083811023
Rohma Istiana                       083811024


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
 
Hubungan Genetika dan Lingkungan dengan Evolusi

       I.            PENDAHULUAN
Evolusi berarti perubahan secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini secara umum dapat disebabkan oleh kombinasi dari tiga proses utama: variasi, reproduksi dan seleksi.
Sejak awal penciptaan planet bumi, bahkan seluruh alam semesta ini selalu mengalami evolusi, bahkan pada saat tertentu mengalami revolusi. Pemikiran tentang adanya evolusi kehidupan didasarkan pada temuan adanya kemiripan antar spesies makhluk hidup. Perbedaan yang sifatnya gradual sangat mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Alasannya, hanya keturunan yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang akan mampu bertahan. Walaupun demikian, generasi yang telah beradaptasi dengan segala perubahan fisiknya tetap membawa sifat-sifat pokok dari induknya.
Teori evolusi dapat dibuktikan benar atau salahnya secara keilmuwan pula. Pembuktian secara supranatural (misalnya intelligent design dan keajaiban) bukan merupakan cara yang terbaik karena supranatural bersifat selalu benar (nonfalsiable) namun sulit dibuktikan secara nyata (untestable). Jika demikian, bisakah ilmu semisal genetika atau pun kondisi dari luar (lingkungan.red) dijadikan sebagai alat untuk mengetahui ada tidaknya evolusi?

    II.            PERMASALAHAN
A.    Apa pengertian dari genetika, lingkungan dan evolusi?
B.     Bagaimana hubungan genetika dan lingkungan dengan evolusi?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian genetika, lingkungan dan evolusi
Genetika adalah ilmu yamg mempelajari tentang sifat atau karakter yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Penurunan sifat dan karakter itu melalui gen yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel. Bahan dasar inti sel (nukleus) adalah protein khas yang disebut protein inti atau nucleoprotein. Nucleoprotein dibangun oleh senyawa protein dan asam inti atau Asam Dioksiribo Nukleat (DNA) dan Asam Ribo Nukleat (RNA).[1] 
Sedang lingkungan adalah unsur biologi, fisika, dan kimia yang selalu ada sekitar makhluk hidup atau keseluruhan faktor biotik, iklim, tanah, cahaya, suhu, kelembaban udara yang mengelilingi suatu makhluk hidup.[2]   
Lain lagi dengan evolusi, evolusi merupakan kata umum yang menunjukkan suatu perubahan atau pertumbuhan, secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama. Perubahan tersebut dapat terjadi karena alam maupun rekayasa manusia.[3]
Evolusi mengacu pada proses yang telah mengubah bentuk kehidupan di atas bumi sejak bentuknya yang paling awal sampai membentuk keanekaragaman yang sangat luas seperti apa yang bisa ditemui saat ini.[4]  

B.     Hubungan genetika dan lingkungan dengan evolusi
Sebelum membahas tentang ketiganya, secara umum evolusi menjelaskan terjadinya perubahan pada makhluk hidup yang menyimpang dari struktur alam dalam jumlah yang banyak serta beraneka ragam dan kemudian menyebabkan terjadinya dua kemungkinan, yang pertama adalah makhluk hidup yang berubah akan mampu bertahan dan tidak punah atau disebut juga istilah evolusi progresif. Sedangkan kemungkinan atau opsi yang kedua adalah makhluk hidup berubah atau berevolusi dan gagal bertahan hidup yang akhirnya punah atau disebut juga dengan evolusi regresif.[5]

Hubungan Genetika dengan Evolusi
Genetika sebuah ilmu tentang penurunan sifat yang diperkenalkan pertama kali oleh Gregory Mendel membantu para para ilmuwan untuk mengidentifikasi tentang kebenaran terjadinya evolusi.
Dalam genetika dibahas variasi genetik sebagai salah satu faktor penyebab evolusi. Variasi genetik dalam populasi yang merupakan gambaran dari adanya perbedaan respon individu-individu terhadap lingkungan adalah bahan dasar dari perubahan adaptif. Suatu populasi terdiri dari sejumlah individu. Dengan suatu kekecualian, maka tidak ada dua individu yang serupa. Pada populasi manusia dapat kita lihat dengan mudah adanya perbedaan-perbedaan individu semisal dipunyainya ciri-ciri anatomi, fisiologi dan kelakuan yang khusus. Dengan demikian, populasi terdiri dari sejumlah individu yang memiliki sifat penting tetapi berbeda satu sama lain di dalam berbagai hal. 
Bagaimana hubungan evolusi diantara spesies dapat diketahui? Hubungan evolusi diantara spesies dicerminkan dalam DNA dan proteinnya (pembahasan dalam genetika). Jika dua spesies memiliki pustaka gen dan protein dengan urutan monomer yang sangat bersesuaian, urutan itu pasti disalin dari nenek moyang yang sama. Sama halnya jika diibaratkan sebagai dua buah paragraf dengan panjang yang sama meskipun ada penggantian satu atau dua huruf di beberapa tempat, tentunya kita akan mengatakan bahwa paragraf itu berasal dari satu sumber yang sama.[6]
Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh lingkungan organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah populasi diakibatkan oleh perbedaan genotipenya. Sintesis evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih umum atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong evolusioner bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari suatu populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.
Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen antara spesies yang berbeda: contohnya melalui transfer gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi pada tanaman. Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus menerus melalui proses-proses ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut. Namun, bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan perubahan yang dramatis pada fenotipenya. Misalnya,  simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5% genomnya.
Perbedaan-perbedaan diatas dapat kita lihat dengan nyata dan dapat pula sangat samar-samar. Dengan demikian, jika terjadi suatu seleksi  yang menentang beberapa varian dan seleksi menguntungkan untuk varian lain didalam suatu populasi, maka komposisi kesehatan dari populasi itu dapat berubah dengan berjalannya waktu, sebab sifat dari populasi itu ditentukan oleh induvidu  didalamnya. Secara umum variasi genetik dapat dibedakan menjadi 5 penyebab (agensia evolutif), yakni mutasi rekombinasi gen, genetic drift, gen flow dan seleksi alam.[7]  

Hubungan Lingkungan dengan Evolusi
Dalam teori evolusi Darwin, hal yang sangat berpengaruh dalam evolusi adalah seleksi alam yang secara tidak langsung berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan sebagai tempat hidup mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat diturunkan dalam populasi.
Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi (kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan bereproduksi). Seleksi alam terjadi melalui suatu interaksi antara lingkungan dam keanekaragaman yang melekat diantara individu organisme yang menyusun suatu reproduksi.
Produksi individu yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dapat didukung oleh lingkungan akan mengakibatkan adanya persaingan untuk mempertahankan keberadaan individu di dalam populasi itu, sehingga hanya sebagian keturunan yang dapat bertahan hidup pada setiap generasi. Selain itu, kelangsungan hidup dalam perjuangan untuk mempertahankan hidup tidak terjadi secara acak, tetapi bergantung sebagian pada susunan sifat yang terawarisi dari individu yang bertahan hidup. Individu yang mewarisi sifat-sifat baik yang membuat individu-individu tersebut cocok dengan lingkungannya, besar kemungkinan akan menghasilkan lebih banyak keturunan dibandingkan dengan individu yang kurang cocok sifatnya terhadap lingkungannya. Kemudian, kemampuan setiap individu untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang tidak sama ini akan mengakibatkan suatu perubahan secara bertahap dalam suatu populasi dan sifat-sifat menguntungkan akan berakumulasi sepanjang generasi, itulah evolusi.[8]  
Dalam setiap generasi, faktor lingkungan menyaring variasi yang dapat diwariskan, yang lebih menguntungkan suatu variasi tertentu atas variasi yang lain. Akan tetapi, dapatkah sesungguhnya seleksi menyebabkan perubahan besar dalam suatu populasi?
Seleksi alam dapat mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat diturunkan dalam suatu populasi dalam tiga cara berbeda, tergantung pada fenotipe mana yang lebih disukai dalam suatu populasi yang beraneka ragam. Ketiga cara seleksi ini disebut sebagai seleksi penstabilan, seleksi direksional dan seleksi pendifersifikasian.
Seleksi penstabilan bekerja terhadap fenotipe ekstrim dan menyukai varian antara yang lebih umum. Cara seleksi ini mengurangi variasi dan mempertahankan keadaan yang tetap (Status Quo) pada suatu waktu tertentu untuk suatu sifat fenotipik khusus.  
Seleksi direksional paling umum ditemukan selama periode perubahan lingkungan atau ketika anggota suatu populasi termigrasi ke beberapa habitat baru dengan keadaan lingkungan yang berbeda.
Seleksi pendiversifikasian terjadi ketika keadaan lingkungan bervariasi sehingga individu pada kedua ekstrim suatu kisaran fenotipe antara lebih disukai.[9]
Mengenai seleksi alam, yang harus diketahui adalah bahwa seleksi alam hanya akan memperbesar atau memperkecil variasi yang dapat diwariskan. Seperti yang telah kita lihat, suatu organisme bisa dimodifikasi melalui hal-hal yang dialaminya sendiri selama masa hidupnya, dan ciri yang didapatkan seperti itu bahkan mungkin lebih mengadaptasikan organisme tersebut dengan lingkungannya, tetapi tidak ada bukti bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat yang didapat selama masa hidup itu dapat diwariskan. Kita harus membedakan antara adaptasi yang didapatkan oleh organisme melalui tindakannya sendiri dan adaptasi yang diwariskan yang berkembang dalam suatu populasi selama beberapa generasi sebagai akibat dari seleksi alam. 
Contoh kerja seleksi alam dapat dilihat dalam adaptasi evolusioner burung finch Galapagos terhadap sumber makanan yang berbeda. Selama lebih dari 20 tahun, Peter dan Rosemary Grant dari Princeton University telah mempelajari populasi burung frinch darat berukuran sedang di Daphne Major (sebuah pulau kecil di Galapagos). Burung-burung tersebut menggunakan paruhnya yang kuat untuk menghancurkan biji-bijian. Burung-burung tersebut lebih senang memakan biji kecil, yang dihasilkan secara berlimpah oleh spesies tumbuhan tertentu selama tahun-tahun yang banyak curah hujannya. Pada tahun-tahun kering, biji-bijian itu berkurang produksinya dan burung finch terpaksa memakan biji-bijian kecil dan yang lebih besar yang jauh lebih sulit untuk dihancurkan. Ternyata keluarga Grant menemukan bahwa ketebalan rata-rata paruh (atas dan bawah) pada populasi burung finch berubah seiring dengan perubahan tahun.
Saat musim kering, ketebalan rata-rata paruh meningkat, kemudian mengecil kembali selama musim hujan. Keluarga Grant mengaitkan perubahan itu dengan ketersediaan relatif biji-bijian kecil dari tahun ke tahun. Burung-burung dengan paruh yang lebih kuat mungkin memiliki keuntungan lebih selama musim kering, ketika kelangsungan hidup dan reproduksi bergantung pada kemampuan untuk memecah biji-bijian besar. Sebaliknya, paruh yang lebih kecil tampaknya merupakan perkakas yang lebih efisien untuk memakan biji-bijian yang lebih kecil yang produksinya berlimpah selama musim hujan.
Dari penelitian keluarga Grant mengenai evolusi paruh, memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam tergantung pada situasi: Apa yang bekerja paling baik pada konteks lingkungan tertentu bisa jadi kurang sesuai dalam situasi yang berbeda. Juga penting untuk dipahami bahwa evolusi paruh di Daphne Major tidak dihasilkan oleh pewarisan sifat-sifat yang didarat. Lingkungan tidak menciptakan paruh yang memiliki spesialisasi untuk memakan biji-bijian yang lebih besar atau yang lebih kecil, bergantung pada curah hujan tahunan. Lingkungan hanya bekerja pada variasi yang didapatkan dalam populasi, yang lebih menguntungkan kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi beberapa individu dibandingkan dengan individu yang lain.[10]  


CONTOH
  1. Belalang Bunga
  1. Belalang Daun Hijau
http://www.google.co.id/images?client=firefoxa&rls=org.mozilla:enUS:official&channel=s&hl=id&q=belalang%20bunga&um&ie=UTF8&source=og&sa=N&tabwi&biw=1024&bih=578

http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=578&tbs=isch%3A1&sa=1&=belalang+daun+hijau&aq=f&aqi=&aql=&oq=



 IV.            KESIMPULAN
Genetika adalah ilmu yamg mempelajari tentang sifat atau karakter yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Lingkungan adalah unsur biologi, fisika, dan kimia yang selalu ada sekitar makhluk hidup atau keseluruhan faktor biotik, iklim, tanah, cahaya, suhu, kelembaban udara yang mengelilingi suatu makhluk hidup. Sedangkan evolusi adalah suatu perubahan atau pertumbuhan, secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama. Hubungan antara genetika dengan evolusi tercermin dari variasi genetik sebagai salah satu faktor penyebab evolusi. Variasi genetik dalam populasi yang merupakan gambar dari adanya perbedaan respon individu-individu terhadap lingkungan. Lingkungan sebagai tempat hidup mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat diturunkan dalam populasi. Dalam setiap generasi, faktor lingkungan menyaring variasi yang dapat diwariskan, yang lebih menguntungkan suatu variasi tertentu atas variasi yang lain.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat penulis paparkan. Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Penulis minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan isi.
Akhirnya segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat-Nya dan menerangkan pikiran-pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Aamiiiiin….


[1] Drs. Rosman Yunus, M. A, Ed dkk, Teori Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam, (Jakarta: Prestasi, 2006), hlm 56.
[2] Tim Reality, Kamus Biologi Edisi Lengkap, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hlm 367.
[3] Drs. Rosman Yunus, Op. Cit. , hlm. 20.
[4] Campbell, Biologi, edisi kelima-jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm 5.
[6] Drs. Rosman Yunus, Op. Cit. , hlm.124
[7] http://zaifbio.wordpress.com/2009/11/20/variasi-genetik-sebagai-dasar-evolusi-mutasi-gen-frekuensi-gen-dalam-populasi-dan-hukum-hardy-weinberg-2/

[8] Campbell , Op Cit, hlm. 12
[9] Ibid, hlm. 34-35
[10]Ibid. hlm. 13-14

DAFTAR PUSTAKA
Campbell. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2003.
Tim Reality. Kamus Biologi Edisi Lengkap. Surabaya: Reality Publisher. 2009.
Yunus, Rosman, dkk. Teori Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam. Jakarta: Prestasi. 2006.
http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&client=firefoxa&rls=org.mozilla%3AenUS%3Aofficial&channel=s&biw=1024&bih=578&tbs=isch%3A1&sa=1&=belalang+daun+hijau&aq=f&aqi=&aql=&oq=